Selasa, 24 April 2012

Filled Under:

NYANYIAN DIKALA HUJAN



“Jangan lupa, mati itu baru sebuah awal. “
“Saya ada disana,melihat ibu saya sekarat. Saya takut melihat Ibu saya begitu.”air mataku turun.
Hamper seirama dengan hujan diluar.
“Duh, masih untung kamu.”
“Kenapa beruntung ?”alisku menaut.
“Umurmu berapa tho ?”
“17 tahun,” jawabku.
“Selama 17 tahun, kamu ditemani Ibumu. Lah diluar sana, jauh disana, ada anak kecil yang ndak tahu siapa Ibunya.”
Aku diam.              
“Kita mana tahu umur seseorang. Kalau Ibu kamu memang harus meninggal, itu karena sudah takdirnya. Jangan salahkan diri, itu hanya menambah beban.”
Aku terisak. “Saya kangen sama Ibu.”
“Kamu bisa mengenang Ibumu lewat foto, jaman saiki kan sapa sing durung duwe foto.”
Amati wajahmu, lihat apa yang Ibumu wariskan padamu.
Kuamati bayangan di dalam cermin.
Itu aku.
Dengan mta milik Ibu, hidung milik Ibu. Tapi itu aku. Aku mirip Ibuku, dan mungkin maksud itu−Ibu ada di dalamku.
Kusibakkan poni basah yang menutupi dahiku. Luka itu.
Aku memejamkan mataku, lalu membukanya lagi. Basah…


***
                Hujan selalu turun setiap harinya  penghujung bulan  ini. Mataharipun enggan memperlihatkan senyumannya, yang ada hanyalah bulir- bulir hujan yang turun disepanjang hari dan hawa dingin yang seakan  menusuk hingga ke sendi – sendi tulangku.
                “ Guntur!!! Ngapain disitu??” tegurku pada Guntur yang sedang memainkan tetesan air hujan dengan jemari – jemarinya.
                “ hey Ria, sini duduk !!!” ucapnya mempersilahkan aku duduk.
                “ belum pulang???” Tanya Guntur.
                “ belum, hujan masih deras, kamu sendiri kenapa nggak pulang??”
                “ aku masih betah berada disini.”
                “apa yang membuatmu betah berada disini???”
                “ hujan yang membuatku betah berada disini”
                “ Hujan???”
                “ iya.” Ucapnya mengangguk yang masih memainkan rintik hujan.
                “ Guntur… Guntur… masih saja seperti anak kecil yang suka memainkan rintik hujan!”’ ucapku meledeknya.
                “ memangnya nggak boleh?? Toh, hujan nggak pernah melarang siapapun untuk menyentuhnya, merasakan setiap  tetesannya yang menyejukkan.” Jawab Guntur dengan nada meledek.
                “ SIAL!! Kata – kataku dibalikkan lagi oleh Guntur!” ucapku kesal dalam hati.
          “ apa alasanmu menyukai setiap tetesan hujan yang turun???” 
“ karena, dulu ada seseorang yang menceritakan tentang nyanyian hujan padaku!” ucapnya yang mulai bersedih.
“ nyanyian hujan?? Siapa yang menceritakan itu padamu???”
“ seorang gadis kecil yang duduk dibawah rintik hujan.”
“?????” penuh tanda tanya        
***
Kejadian itu terjadi sekitar 1 tahun yang lalu. Saat itu aku melihat seorang gadis kecil yan sedang duduk dibawah rintik hujan. Gadis itu hanya diam dan menunduk
“ hey adik kecil, ngapain diam disini??? Kenapa tidak berteduh disana saja??” ucapku sambil menunjuk kearah halte. Gadis kecil itu melihatku dengan mata yang sembab dan merah. Ku tuntun tubuhnya yang mungil menuju kolong fly over, kubalut tubuhnya dengan jaket yang saat itu aku kenakan.
                “ kamu kenapa??? Mengapa berdiam diri dibawah rintik hujan???” tanyaku lagi.
                “ aku berdiam diri disana karena hanya ingin menangis kak, melalui tetesan hujan itu tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya aku ini sedang menangis.” Tersenyum
                “ apa yang membuatmu menangis??”
                “ ibu. Ibuku kak!! Entah mengapa saat ini aku sangat merindukannya, aku rindu akan kisah hujan yang selalu ia ceritakan untukku.” Ucap gadis itu menangis.
                “ memangnya ibu ada dimana???”
                “ ibuku sudah meninggal sejak seminggu yang lalu kak, karena sakit DBD , tak ada biaya pengobatan untuknya padahal aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan receh demi receh namun tetap saja aku tidak bisa membantunya dan nyawanyapun tidak tertolong.”jelas gadis itu, airmatanya mengalir deras dipipinya yang mungil.
Aku segera memeluknya dan ikut larut dalam kesedihan itu.
                “ bolehkah kakak mendengar nyanyian hujan itu??” ucapku yang masih memeluknya.
Diapun hanya mengangguk.
                “ jadilah nyanyian hujan yang selalu turun disore hari, nyanyian hujan yang sederhana! Kesederhanaannya dalam menyapa, kesederhanaannya dalam memainkan denting gerimisnya dan dapat memberikan inspirasi bagi yang mendengarnya. Tidak seperti nyanyian hujan yang turun saat pagi hari, tak banyak orang yang peduli akan kehadirannya karena mereka masih terbuai dalam mimpi – mimpi. Rintik hujan yang malang!! Yang turun membawa sejuta kisah namun tak ada yang peduli!! Yang ada hanya acuh!
Sunyi….
Sepi dan sendiri….”
***
                Ku hapus airmata yang mengalir di pipi Guntur.
                “ lalu, dimana gadis kecil itu sekarang???” tanyaku dengan linangan airmata
                “ gadis itu telah meninggal tepat tiga hari setelah pertemuan itu. Dia meninggal karena tertabrak mobil angkutan umum yang sedang melintas disaat ia sedang mengamen!” ucap Guntur penuh isak.
Aku terdiam dan membiarkan Guntur mencurahkan tangisnya.
                “ makanlah coklat ini agar kamu bisa merasa rilex dan tenang.” Ucapku
Guntur segera melumatkan coklat itu dengan linangan airmata yang belum juga kunjung reda sama seperti hujan pada sore ini.
Beberapa menit kemudian.
                “Ria, entah mengapa aku merasa nyaman saat ada didekatmmu.” Ucap Guntur dengan tatapan kosong yang masih memandangi rintik – rintik hujan.
                “ akupun merasakan hal yang sama. Walaupun aku sering memarahimu namun jauh dilubuk hatiku, aku sangatlah menyayangimu!” ucapku yang merangkul pundaknya.
                “Ria, maukah kamu memayungiku dikala hujan?? Menghapus airmataku disaat mengingat nyanyian hujan itu?? Maukah kamu memberikanku cinta yang manis??  Ucap Guntur menatap mataku dalam  dalam dan kemudian mencium keningku.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Menyandarkan kepalaku di pundaknya sambil menatap rintik gerimis yang berdenting dengan partitur yang teratur.

Saat Hujan membawaku pada cinta yang datang dan telah pergi

BIOGRAFI :
Namaku NOVA JULIYANTI LUBIS, aku bersekolah di SMA N 14 BATAM
kelas XII IPA.

Aku lahir di Batam,6 Juli 1994
Hobiku ya membaca cerpen, novel,majalah,semuanya dech yang berkaitan tentang cerita,tapi aku paling suka sama novel terjemahan enak aja gitu bacanya.
Hal yang paling aku sukai itu sebuah keJUJURan,terkadang memang pahit tapi itu lebih baik .
Cita-citaku Cuma pengen ngebahagian Orang Tua ku.
menjadi anak eank soleha untuk Orang Tuaku , apalagi tuk mama ku memang belum banyak sih yang bisa aku beri saat ini sama mama hanya bisa kirimkan doa tuk mama di surga,semoga allah jagain mama J

i love mom JJ
alamat e-mailku   : nova_juliyanti@yahoo.co.id

alamat fb-ku        : Avc Nova Juliyanti Lubis (Cie NeCis)
alamat twitterku : @Novajuliyanti
alamat blogku      : http://njuliyanti.blogspot.com/

HARAPANKU SEMOGA SISWA/SISWI SMA 14 BATAM LULUS 100 %
AMIIIN ..





0 komentar:

Posting Komentar